CERPEN TIGA SAHABAT "RONDA"
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Suatu malam yang tenang di Desa Sukamaju, Ciko, Jamal, dan Fuad mendapat giliran ronda. Ini adalah pertama kalinya mereka bertiga melakukan ronda bersama. Ciko, si usil yang tak pernah kehabisan ide, Jamal, si pendiam yang cerdas namun selalu apes, dan Fuad, si patuh yang selalu mengikuti apapun yang dikatakan Ciko, mulai berkeliling desa dengan membawa pentungan dan senter.
"Eh, Fuad, coba kamu nyalain senternya. Kita harus waspada, siapa tahu ada yang mencurigakan," perintah Ciko.
"Baik, Ciko," jawab Fuad dengan patuh. Namun, senter Fuad ternyata mati. "Aduh, kok nggak nyala ya?"
Jamal yang selalu siap dengan solusi segera mengambil baterai cadangan dari sakunya. Namun, sial bagi Jamal, saat ia mencoba memasukkan baterai itu, salah satu baterainya jatuh ke dalam got.
"Ah, sial! Selalu begini nasibku," keluh Jamal.
Ciko tertawa kecil melihat kejadian itu. "Hahaha, Jamal, kamu benar-benar ahli dalam hal apes."
Setelah beberapa saat, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah pasar desa. Ciko, Jamal, dan Fuad pun berlari menuju sumber suara tersebut. Sesampainya di sana, mereka melihat bayangan seseorang yang mencurigakan berlari ke arah gang sempit.
"Hei, maling!" teriak Ciko sambil berusaha mengejar bayangan itu. Jamal dan Fuad mengikuti dari belakang.
Mereka berlari dengan semangat, tapi sial bagi Jamal, ia tersandung dan jatuh tepat di depan sebuah warung yang kebetulan sedang direnovasi. Alhasil, ia menabrak sekotak cat yang kemudian tumpah mengenai tubuhnya. Sekarang, Jamal berubah menjadi putih seperti pocong.
"Ah, lagi-lagi apes," gumam Jamal, sementara Ciko dan Fuad tertawa terpingkal-pingkal.
Ciko dan Fuad melanjutkan pengejaran, sementara Jamal berusaha membersihkan dirinya. Ketika mereka sampai di ujung gang, ternyata bayangan tersebut hilang. Mereka berdiri terengah-engah, kebingungan harus berbuat apa.
"Jadi, sekarang kita gimana?" tanya Fuad yang mulai panik.
Ciko menggaruk kepala. "Hmm, gimana kalau kita pura-pura nggak lihat apa-apa aja? Nanti kita bilang ke Pak RT kalau malingnya kabur."
"Jangan, Ciko! Kita harus bertanggung jawab. Kita harus menangkap maling itu!" kata Jamal yang akhirnya tiba, masih dengan sisa cat di bajunya.
Ciko berpikir sejenak lalu mendapat ide konyol. "Aku tahu! Kita bikin jebakan. Fuad, kamu berdiri di sini dan teriak-teriak maling, biar dia keluar dari persembunyian. Jamal, kamu pura-pura jadi pohon, soalnya bajumu udah putih kayak pohon yang kena kapur. Aku akan mengendap-endap dan menangkap maling itu dari belakang."
Fuad, tanpa pikir panjang, mulai berteriak, "Maling! Maling! Tolong!" Sementara itu, Jamal berdiri kaku dengan harapan rencana Ciko berhasil. Ciko sendiri mulai merayap di tanah, berusaha mendekati bayangan yang kini terlihat lagi.
Namun, alih-alih maling yang keluar, justru Pak RT yang muncul karena mendengar keributan. Melihat Fuad yang teriak-teriak, Jamal yang berdiri kaku seperti pohon, dan Ciko yang merayap di tanah, Pak RT hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
"Apa-apaan kalian ini? Sudah, sudah, kembali ke pos ronda! Nanti malingnya malah kabur beneran kalau kalian begini," tegur Pak RT.
Ketiga orang itu pun berjalan lesu kembali ke pos ronda, sambil menahan malu. Ciko, yang biasanya penuh ide, kali ini tak bisa berkata apa-apa. Jamal, meski tetap apes, merasa lega karena petualangan konyolnya berakhir. Fuad, seperti biasa, hanya mengangguk dan mengikuti.
Malam itu berakhir dengan pelajaran berharga bagi mereka bertiga: ronda malam bukanlah hal yang bisa dianggap main-main, apalagi dengan cara-cara konyol yang biasa mereka lakukan. Tapi di balik semua itu, malam itu akan selalu mereka ingat sebagai malam penuh tawa dan kekonyolan yang tak terlupakan.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar