Trust Issue atau Caper Berkedok Luka?

Gue gak masalah sama orang-orang yang punya trauma dan luka. Gue paham, gak semua orang bisa sembuh dengan cara yang sama, dan gak semua luka harus kelihatan biar dianggap nyata. Tapi belakangan ini, istilah trust issue makin hari makin kehilangan makna. Bukan karena kondisi itu gak ada—tapi karena terlalu banyak yang pakai istilah itu buat branding diri di media sosial. Kapan terakhir kali lo lihat seseorang bilang, “gue trust issue,” lalu diem dan berusaha menyembuhkan diri secara sehat? Gak banyak. Yang lebih sering gue lihat adalah: orang ngumbar trust issue-nya di caption, story, bahkan postingan panjang, seolah semua orang harus maklum dan ngasih validasi. Padahal, orang yang bener-bener punya trust issue itu biasanya gak terlalu cerewet di depan publik. Mereka sibuk ngurusin luka mereka sendiri. Sibuk bertahan, bukan sibuk cari simpati. Mungkin mereka gak ngomong ke banyak orang, mungkin mereka gak bilang kalau mereka takut, sakit, atau merasa kesepian. Tapi mereka punya cara se...

Untuk Kita Yang Terjebak Dogma - Quarter-Life Crisis

 Pernah nggak kamu nanya ke dirimu sendiri?

Sebenernya aku mau ngapain sih hidup di dunia ini?

Aku itu jagonya ngapain sih?

Apa yang sebenernya pengen aku lakuin?

Apa yang aku lakukan sekarang udah bikin aku bahagia?

Kenapa sih orang-orang tuh kayak banyak yang berkembang gitu, tapi kenapa aku enggak?

Temen-temenku kayaknya sukses semua.

Ada yang kerja di tempat bagus, gajinya oke, ada yang udah punya usaha, bisa jalan-jalan kemanapun dan lain sebagainya.

Kenyataan kalo aku nggak kayak mereka ngebuat diriku ngerasa rendah diri banget.

Apalagi pikiran ini muncul di jaman dimana sosial media menjadi sarana mereka buat ngepost semua kebhagiaan mereka. Hal ini yang ngebuat diriku merasa menjadi orang yang nggak kompeten.

Aku selalu teringat ketika masih kecil.
Aku adalah anak yang mempunyai banyak mimpi dan passion, juga punya banyak minat serta kegiatan yang bisa dilakuin.

Sejak kapan sih aku jadi mikirin apa kata orang?

Sejak kapan aku ngorbanin mimpi, cita-cita, dan harapanku, sampai-sampai aku menjadi orang yang nggak aku pengen.

Akhirnya, aku nyoba untuk mencarinya lagi
Apa passion, cita-cita, dan juga mimpiku yany sebenarnya.

Aku juga nyoba mencari lagi diriku yang dulu.

Diriku yang banyak passion dan mimpi.

Dan aku akan bilang ke anak kecil itu.

Ke aku yang dulu,

"Bahwa kamu jangan sampe hilang, jangan sampe komparasi sosial ini ngebuat kamu kehilangan identitas dan jatidirimu, jangan sampe diriku yang sekarang hanya menjadi produk dari dogma masyarakat, karena kamu dan aku sama sama ngerti, bahwa kita lebih baik jadi bahagia daripada tertuntut dan akhirnya mencari dan mengejar sesuatu yang ngebuat kita menjadi nggak bahagia."

Muchas gracias.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuma Nyebar link, Lo Bisa Dapet Tambahan Cuan! Baca Tutorial Lengkapnya!

MANIS ASIN HIDUP (Cerpen)

3 SERANGKAI [UNDANGAN PESTA]